Relasi Nasional | Banda Aceh - Pemerintah Aceh akan menghentikan pembayaran premi kesehatan 2,2 juta rakyat Aceh mulai bulan april mendatang. Wacana rasionalisasi program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Aceh.
Anggota Komisi V DPRA Muslim Syamsuddin ST MAP menilai bahwa dihentikannya pembayaran premi kesehatan oleh Pemerintah Aceh kepada 2.2 juta masyarakat telah disepakati bersama dengan DPRA untuk evaluasi program JKA demi kepentingan pelayanan kesehatan prima kepada masyarakat Aceh.
Muslim Syamsuddin menuturkan bahwa DPRA mendukung penuh langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam rangka mengevaluasi anggaran yang selama ini dikucurkan bersumber dari APBA kepada BPJS melalui program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
“Kita akan mengevaluasi secara menyeluruh angka yang telah ditetapkan sampai 30 Maret, dan terhitung mulai 1 April 2022 maka anggaran untuk BPJS adalah nol alias tidak dianggarkan lagi”. Tutur Muslim.
Dalam jangka waktu beberapa bulan kedepan pasca pembayaran premi kesehatan masyarakat Aceh disetop, maka sesuai kesepakatan antara Pemerintah Aceh dengan DPRA agar membuat sebuah sistem baru sebagai formulasi dalam pelayanan kesehatan masyarakat Aceh.
“Selama ini banyak terdapat double bayar dimana banyak masyarakat Aceh yang ditanggung JKN-KIS dan membayar secara mandiri juga turut dibiayai melalui program JKA, oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi data kembali.” Ujar Muslim.
Muslim menambahkan, kepada masyarakat yang memiliki kemampuan untuk terus melakukan pembayaran premi seperti biasanya secara mandiri, dan kepada masyarakat yang ditanggung JKN-KIS tetap seperti biasanya tidak akan berdampak.
Selanjutnya kepada masyarakat yang termasuk dalam program JKA yang disetop pembayaran preminya oleh Pemerintah Aceh tidak perlu khawatir dikarenakan hasil kesepatan dengan DPRA seluruhnya akan ditanggung sambil mencari solusi dan menunggu sistem jaminan kesehatan rakyat Aceh terbaru kedepan.
“Dengan disetopnya pembayaran premi ini, akan menjadi batu pijakan bagi Pemerintah Aceh untuk mengevaluasi secara menyeluruh apakah kedepan kita lanjutkan dengan BPJS atau dengan sistem JKA melalui pengelolaan dari pihak ketiga”. Tambah Muslim.
Muslim menuturkan sesuai Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan maka Pemerintah Daerah dianjurkan untuk bekerja sama dengan BPJS, tetapi dikarenakan Aceh memiliki kekhususan seperti yang tertuang didalam Undang-Undang No 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh, maka kita berharap kedepan Pemerintah Aceh untuk mengambil langkah kekhususan dalam penganggaran kesehatan masyarakat Aceh.
Dengan disetopnya pembayaran premi melalui BPJS maka kita berharap Pemerintah Aceh sebagai pelaksana teknis penganggaran segera melakukan langkah-langkah sambil menunggu hasil keputusan bersama dengan pihak ketiga yang akan mengelola program JKA atau melanjutkan kerjasama dengan BPJS.
Muslim Syamsuddin yang duduk di Komisi V DPRA dimana salah satunya membidangi kesehatan menyampaikan bahwa selama ini banyak sekali sekali keluhan dari masyarakat tentang pelayanan kesehatan dari kerjasama JKA dengan BPJS, baik masalah rujukan hingga banyaknya jenis penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS.
“Kita ketahui bersama selama ini yang selalu diuntungkan adalah BPJS sedangkan Aceh dengan mengucurkan 1.2 Triliun setiap tahunnya sangat dirugikan, kita di DPRA banyak mendapatkan temuan dan laporan dari masyarakat terkait carut marutnya pelayanan kesehatan dari BPJS terhadap masyarakat Aceh”. Tegas Muslim.