Relasi Nasional | Opini - Pada dasarnya negara kita adalah negara yang memiliki sumber pangan yang cukup besar bahkan sempat mengalami swasembada pangan di era Soeharto. Jika negara kita berfokus pada perihal agraris maka tidak perlu banting stir untuk proses industrialisasi yang terkadang memakan waktu yang relatif lama. Bahkan diketahui seperti yang tersebut angka-angka statistik bahwa setiap tahunnya hasil pertanian memiliki komposisi yang sangat besar kontribusinya terhadap PDB negara yang mengalahkan komponen perekonomian lainnya. Ini artinya bahwa spealisasi negara kita berada pada sektor agraris.
Berdasarkan fakta lapangan dan beberapa studi menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun produktivitas pertanian menurun akibat banyaknya penyakit yang menyerang tanaman, kurangnya proteksi terhadap tanaman dan macetnya infrastruktur pertanian seperti saluran air, tidak berkualitasnya pupuk dan terjadinya pembangunan besar-besaran yang mengikis lahan pertanian sehingga untuk menekan tingginya harga bahan pokok pemerintah bahkan sampai melakukan impor untuk cadangan pangan nasional.
Maka dari ini, terkhususnya di wilayah Aceh besar yang mayoritas masyarakat bermata pencaharian petani seharusnya pemerintah menjadikan ini sebagai agenda utama baik mulai dari proses penanaman tanaman pertanian hingga panen dan menjaga setiap arus jual beli pasar dari para tengkulak agar tidak melonjak harga yang berlebihan sehingga yang dirugikan dalam rantai ini adalah para petani.
Pemerintah melalui dinas pertanian serta berkoordinasi dengan kementerian seharusnya setiap tahun mengevaluasi dengan ketat bagaimana perkembangan serta prospek dunia pertanian kedepan karena seperti yang penulis uraikan di awal bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang paling besar terhadap PDB negara.
Beberapa waktu lalu Mentan mendatangi Aceh dan menarik kesimpulan yang sangat menarik bahwa Aceh siap untuk panen 1 tahun 3 kali. Ini berarti bahwa Mentan memberi sinyal yang baik dan lampu hijau bagi produktivitas pertanian di Aceh khususnya Aceh besar.
Koordinasi antara pusat dan daerah sangatlah dipentingkan, karena dengan adanya teamwork seperti ini pemerintah pusat dapat meluangkan kesempatan serta mengakomodasi secara luas apapun kepentingan untuk prospek pertanian kedepan.
Pentingnya Corporate Social Responsibility
Aceh besar bukan hanya memiliki sawah yang luas serta produktivitas pertanian.
Aceh besar juga memiliki industri ternama sebagai sampel kita sebut saja industri semen yang berada di ujung pantai Aceh besar. Penulis menilai bahwa industri sebesar tersebut tentunya membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan pastinya masyarakat yang tidak memiliki keterampilan yang mumpuni tidak akan mendapatkan akses atau bahkan posisi strategis dalam perusahaan. Yang di dapat hanyalah menjadi buruh kasar atau di level security.
Maka dari ini, jika penduduk setempat tidak mendapat pekerjaan yang memadai seharusnya setiqp industri di Aceh besar harus punya inisiatif yang kuat untuk memajukan masyarakat setempat dengan memberikan hak wajib masyarakat yang di atur hukum positif yaitu Corporate social responsibility atau CSR. Yaitu tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat setempat. Selain karena sudah mengeksploitasi tanah masyarakat dan hasil alamnya, terkadang aktivitas industri juga mencemarkan lingkungan dan menambah polusi udara.
Maka dari ini, CSR digunakan sebaik mungkkn untuk menjawab berbagai tantangan dan problem masyarakat setempat seperti memberi pelatihan keterampilan, pendidikan, kesehatan, sandang atau pangan.
Hal ini selain sebagai kompensasi juga bertujuan untuk meraih simpati masyakat agar tidak terjadi pergolakan sosial di masyarakat.
CSR selain di atur oleh Hukum juga sebagai tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Hal ini dapat pula meringankan beban pemerintah dalam mendistribusikan kesejahteraan terhadap masyakat.
Dengan adanya CSR bagi masyakat Aceh besar, banyak pergolakan-pergolakan terhentikan dan keharmonisan antara masyarakat, korporasi dan pemerintah terjalin dengan baik tanpa pertentangan.
Kita haruslah bergegas dalam hal kesejahteraan, karena banyak negara-negara maju di dunia sudah mulai bergeser paradigma jika berbicara kesejahteraan tidak lagi berporos pada pangan sandang dan papan melainkan akses terhadap kesetaraan politik.
Penulis : Mujahida mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Syiah Kuala