Oleh : Fajri. S.Pd.I
Mahasiswa Program Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry Konsentrasi Pemikiran Islam
Saat akan memulai menulis tulisan ini saya berpikir untuk memberikan judul apakah Pendidikan hanya untuk mendapat kerja? Atau apa hubungan Pendidikan dengan kerja? Namun, setelah saya timbang-timbang, Pendidikan Untuk Apa? Adalah judul yang tepat untuk tulisan ini. Saya sadar sepenuhnya bahwa ada begitu banyak tulisan lain yang membahas tentang fungsi dan tujuan dan Pendidikan bagi manusia. Dan Ketika anda membaca judul tulisan ini pun atau saat ada orang yang bertanya untuk apa Pendidikan anda sudah jawaban yang sepenuhnya anda yakini benar karena jawaban anda terilhami dari pengalaman hidup anda selama puluhan tahun.
Walau sudah begitu banyak tulisan yang membahas tentang fungsi dan tujuan Pendidikan serta ada begitu banyak jawaban untuk pertanyaan Pendidikan untuk apa. Saya pastikan bahwa tulisan ini pasti ada manfaatnya dan akan meluruskan persepsi anda yang keliru tentang fungsi dan tujuan Pendidikan bagi manusia terlebih di zaman ini dimana linearitas jenjang Pendidikan manusia sangat dituntut hanya untuk memenuhi kompetensi dan spesialisasi dunia kerja.
Sama halnya dengan makan dan minum serta sex yang menjadi kebutuhan dasar manusia sejak pertama kali manusia ada. Begitu juga dengan Pendidikan telah ada dan dikenal manusia sejak pertama kali manusia ada. Pendidikan menjadi penting bagi manusia adalah karena manusia merupakan makhluk yang memilki akal, dimana melalui pendidikan akal manusia akan berkembang.
Tidak seperti makhluk lain yang tidak berakal. burung misalnya, karena dia tidak berakal maka kehidupan burung tidak akan pernah mengalami inovasi dan pembaruan. Lihat saja sarang burung yang dari awal kejadian burung sampai hari kiamat sangkarnya tidak akan pernah berubah karena inovasi dan pembaruan. Berbeda kejadiannya dengan manusia. Oleh karena manusia merupakan makhluk yang berakal. Maka, kehidupan manusia terus mengalami inovasi dan pembaruan dari masa ke masa. Begitu juga dengan pendidikan yang diperolehnya terus mengalami inovasi dan pembaruan dari masa ke masa.
Mengenai inovasi dan pembaruan yang terus mewarnai kehidupan manusia khususnya pendidikan tak selamanya positif, sangat memungkinkan pula negative, terlebih jika yang mengalami inovasi dan pembaruan pendidikan mengenai fungsi dan tujuan pendidikan. Sejatinya fungsi dan tujuan pendidikan jangan mengalami reduksi hanya untuk memenuhi kompetensi dunia kerja. Ketika pendidikan direduksi hanya sebatas link and match dengan industrialisasi maka ada begitu banyak dimensi-dimensi pendidikan yang hilang.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tuntutan lineraitas jenjang pendidikan mengemuka sejalan dengan laju modernitas dan industrialisasi dimana kebutuhan spesialisasi skill sangat dibutuhkan. Berbeda halnya dengan era modernitas belum lahir. Khususnya pada abad pertengahan yaitu sekitar abad ke-8 hingga ke-12 Masehi, Islam menjadi sumber ilmu pengetahuan dan penemuan. Ada Banyak figur-figur ilmuwan dari berbagai bidang yang lahir dari Peradaban Islam baik di dataran Arab, Afrika Utara, Asia Tengah, Persia, maupun Andalusia. Mereka berkontribusi dalam berbagai bidang. Bahkan tak jarang yang menguasai banyak disiplin ilmu sekaligus artinya mereka bukanlah spesialis tetapi generalis. Seperti Ibnu Sina, al-Khawarizmi, al-Kindi, dan Banu Musa.
Begitu juga halnya dengan awal mula peradaban Barat Eropa muncul tepatnya pada masa Renaisance, intelektual-intelektual yang hidup pada masa itu adalah intelektual serba bisa yang mempelajari banyak aspek hidup, mereka tidak hanya merasakan dunia ini tetapi juga berpikir tentang dunia ini. Seperti Leonardo da Vinci yang menemukan mesin terbang dan mesin hitung.
Terasa naif jika otak manusia yang unlimited secara kapasitas disepesialisasikan secara parsial hanya untuk satu cabang ilmu pengetahuan saja, Misalnya seseorang hanya menjadi spesialis varietas spesies kodok unggul.
Pun demikian halnya dengan konsepsi tokoh pendidikan nasional yaitu Ki Hajar Dewantara yang menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal olah pikir tetapi juga tentang olah rasa dan olah karsa. Artinya, ketiga hal ini harus menyatu dalam satu proses pendidikan. Yaitu model pendidikan holistic yang mengedepankan manusia sebagai suatu keutuhan, keutuhan pengalaman, pengalaman artistic, pengalaman kognitif, serta pengalaman emosi bersatu padu dalam satu proses pendidikan sehingga menciptakan peserta didik yang open minded mampu memandang kehidupan dari banyak sisi dan pilihan dan tidak mereduksi pendidikan hanya sebatas untuk mendapatkan kerja dan gaji.
*penikmat kopi 3sampai5 gelas sehari